Swab test Covid19

Seperti postingan sebelumnya, 17 September 2020 membuatku cukup down

Suami dari temanku di tempat kerja harus mengalami kenyataan pahit bahwa dia positif covid19. Hal yang paling aku tidak mau dengar saat mendengar kalau suaminya memutuskan swab karena sudah beberapa minggu sakit tak kunjung sembuh. Suaminya memutuskan untuk karantina mandiri dari keluarganya entah sejak kapan dari dia sakit itu.

Aku sangat dekat dengan temanku. Beberapa kali kami makan bersama tidak menggunakan APD dan beberapa kali kami banyak sekali berbincang tanpa menggunakan APD. Memang sombong sekali aku merasa yakin saat itu kami akan baik2 saja.

Temanku hari itu tidak masuk karena dia cerita bahwa suaminya kemarin melakukan swab test dan dia dan sekeluarga diminta untuk karantina mandiri sampai hasil swab sang suami keluar. 

Disitu perasaanku tidak enak sejujurnya. Aku hanya berharap suaminya saat itu karantina sudah dari jauh hari sejak sakit pertama kali. Aku tidak tau sejauh apa jarak suami dan temanku itu selama di rumah. Kalau positif maka bagaimana denganku? Aku selama ini terlalu dekat dengan temanku itu. Khawatirku mungkin sama dengan temanku. Kuharap saat itu suaminya benar2 karantina sesuai protokol kesehatan yang berlaku sehingga kemungkinanku tertular kecil.

Lalu dia chat sekitar jam 11.30 kalau hasilnya keluar dan suaminya positif covid19

Aku merasa gelap tiba tiba. Pikiranku sudah melayang entah kemana. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri tapi tidak bisa. Air mataku membendung aku menelpon temanku yang anak kesehatan dan meminta saran darinya. Hari itu sampai pulang kerja aku benar2 tidak bisa berpikir, bagaimana aku nanti? Kalau aku positif bagaimana keluargaku nanti? Bagaimana aku nanti menghadapi hari2 kedepannya?

Awalnya temanku dapat jadwal swab tanggal 20 di puskesmas kelurahan karena harus ikut prosedur RT dan kelurahan dengan hasil swab keluar 10 hari. Apa tidak gila? Menunggu hasil selama itu dalam keadaan tidak tenang. Aku terus menyarankan temanku untuk swab mandiri saja karena semakin cepat semakin baik, jika kemungkinan terburuk terjadi maka akan bisa cepat segera ditangani. Temanku akhirnya dapat melakukan home swab mandiri hari ini. Karena dia terkendala kendaraan ke RS untuk melakulan swab. Seluruh tetangganya menutup akses warga masuk dan melarang keras seluruh keluarganya untuk keluar. Intinya tidak ada bantuan untuk mengantarnya swab mandiri.

Aku menceritakan detail kejadian ini ke keluargaku dan mereka memintaku untuk langsung swab test sendiri tanpa harus menunggu hasil swab temanku keluar. Per 17 September setelah sampai dari kantor aku melakukan karantina mandiri. Aku tidak keluar kamar kecuali saat akan swab dan saat ke toilet. Makanan dan minuman ditaruh di pintu, just in case keluargaku menganggapku seakan aku benar positif sampai hasil keluar. That's good for us but make me sad at time. Oh begini rasanya dikarantina

Aku menangis terus malam sampai pagi sampai malam lagi sampai hasil test keluar. Too much overthinking bagaimana aku nanti dan keluargaku nanti. Feeling guilty so much jika aku positif karena aku sumber pembawa ke keluarga. Aku benar2 pasrah dan merasa menyerah untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Perasaanku sangat kacau saat itu.

Saat aku akan melakukan swab test. Jam 7 malam 17 sep aku menelpon rumah sakit di Bintaro dan semua sibuk. Aku whatsapp nomor pendaftaran sameday result swab test tapi responnya sangat lama membuatku frustasi. Untungnya esok paginya aku sudah direspon oleh pihak RS. Maka setelah pembayaran dan mengisi data aku berangkat jam 09 pagi 18 Sep ke RS Premier Bintaro

Sampai RS harus mengantri selama 1 jam. Saat itu banyak sekali ternyata yang melakukan swab test. Swab itu menurutku tidak sakit teman-teman. Seperti dicolek2 saja hidungnya dan tenggorokannya. Geli dan bisa ditahan.

Lalu aku pulang ke rumah dan melanjutkan karantina mandiri lagi. Aku menangis terus, karena aku cukup ekspresif jadi aku membagi kesedihanku ke beberapa temanku dan direspon dengan berbagai respon

Me : Aku takut :""((

Teman 1 : Semoga negatif sar, minum vit ya banyak jemur, jangan dipikirin

Teman 2 : Aku sayang banget sama Sarah plis banget Ya Allah semoga hasilnya negatif. Nanti banyak istirahat, jauhin hapenya jangan terlalu beban nunggu hasilnya.

Teman 3 : Banyak minum vit sar, insyaAllah negatif

Teman 4 : Lu gabakal ke wisma atlet. Kalopun positif masih bisa karantina mandiri. Tapi semoga negatif lah

Teman 5 : Insya Allah negatif coba cek gejala2 nya ada gak?

Teman 6 : Gue udah cek wisma atlet ada AC kok sar ternyata enak juga kayanya tempatnya *gada akhlak emang ini*

Teman 7 : Gak lah mba, negatif insyaAllah saya sebenernya juga takut ini mau pulang jadinya takut bawa virus kek keluarga

Teman 8 : Lu kenpa takut dah? Pede aja kali negatif. Gue aja kan sebelumnya reaktif, pas swab alhamdulillah negatifkan. Lu kaga bakal dibawa ke wisma atlet *ini ngeselin sih pake nanya kenapa takut?*

Intinya dengan berbagai macam respon sebenernya mereka pasti dengan niat baik ingin membuat gue tenang dan ga membuat gue terlalu kebawa pikiran jelek.

Sampai hasilnya keluar gue bener bener ngedown. Air mata tuh ga berenti keluar. RS janjiin malem keluar hasil swab dan gue tungguin terus ga keluar2 rasanya gue mau banting hape saat itu. Gue baru bisa tidur sekitar jam setengah 2 pagi. Itupun gue harus kebangun 3x karena gue mau cek hape apa udah ada hasil belom. Trus nangis. Bangun subuh abis subuh ga bisa tidur lagi padahal biasanya gue tidur. Gue chat terus pihak RS untuk bantu follow up ke bagian laboratorium. Sampai jam 10 pagi gue nangis lagi.

Beberapa temen nanyain hasil lab gue. Gue blg gue pasti kabarin mereka apapun hasilnya. Sampai akhirnya jam set 11 pihak RS ngasih gue hasil lab gue dan tarara

Negative Sars Cov2

Gue nangis terharu sekarang, gue kabarin orang tua gue. Gue peluk mereka sambil nangis. Thanks Allah for let me live healthy. Karena gue bener2 ga ada gejala apapun dan orang2 OTG itu bikin gue parno banget karena banyak yang positif tanpa gejala.

Gue kabari teman teman gue yang pada nanyain hasil gue kemarin. Mereka seneng juga sama hasil gue. Gue bersyukur banget keluarga gue aman semua berarti dan anak kantor gue pun Insya Allah semua negatif selama gue negatif.

Gue keluar dari kamar karantina akhirnya hahaha. Kata abang gue "berasa keluar penjara aja lu"

Gue hubungin juga teman gue yang suaminya positif itu. Gue semangatin dia dan doain dia terus supaya suaminya segera sembuh dan hasil swab dia negatif.

Kesimpulan gue, pasien covid itu butuh banget support moral guys. Sangat butuh dan penting untuk orang sekelilingnya tanya kabar dia, kasih semangat, kasih kalimat kalimat positif yang meyakinkan dia kalau semha ini akan berlalu dan kita akan tetep kembali ke kehidupan normal kaya dulu. Kita jauhi fisiknya tapi jangan jauhi hatinya.

Yang dialami temen gue itu sedih banget. Selain dari data suami tersebar di kalangan tetangga. Tetangganya ga ada yang support baik moral maupun bantuan apapun. Malah dipersulit. Cukup emosi dengar ceritanya. Please deh kalau ngasih makanan ataupun kebutuhan harian di depan pager itu ga akan nular kok selama si pasiennya ga keluar, selama kita jaga jarak minimal 1.5 meter dan saling pakai APD minimal masker. Pasien covid juga butuh makan, mandi dll loh mereka kan gabisa keluar maka dari itu saling memanusiakan manusia deh.

Bersyukur banget masih diberi sehat sama Allah. Untuk yang masih berjuang, Semua itu akan berlalu. Tetep jaga imun kita, stay positive. Untuk kita semua saling support satu sama lain, keep distancing, stay positive, stay healthy, makan makanan sehat, selalu pakai masker setiap kemanapun itu, rajin cuci tangan, langsung mandi setelah dari luar rumah. Itu semua sepele tapi sangat penting teman-teman :))



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

High Kick Through the Roof

sakit gigi cabut gigi